Selasa, 21 April 2009

Faust

Catatan dari seorang teman. Semoga menjadi bahan refleksi buat kita semua.

FAUST
oleh Haryadi Theng

Syahdan, Faust jatuh cinta pada Gretchen. Hendak mengimbangi Gretchen yang belia, Faust mengikat kontrak dengan Sang Iblis, Memphistopheles. Faust beroleh usia muda dan berhasil mendapatkan Gretchen; namun dalam prosesnya, ibu dan Saudara Gretchen tewas karena Faust. Gretchen yang beroleh anak di luar nikah menjadi frustasi karena gosip tetangga, membunuh anaknya, dan menjadi gila.

Tragedi Faust a la Indonesia, tengah dan akan kita saksikan dalam rangkaian pemilu legislatif yang sedang berlangsung. Jika ditanya, di minggu tenang seperti ini, kemanakah para caleg? Sebagian dari mereka, seperti ramai diberitakan media, berziarah ke tempat - tempat keramat, memohon pulung dan wahyu.

Sedari awal, bursa caleg kita diramaikan oleh wajah muram Faust yang kurang percaya diri, sehingga memasang foto ketua partai, pahlawan nasional, ayah, ibu, suami, anak, Superman, Naruto, Beckham, Obama, sampai Monyet dan macan Taman Safari; phallic symbol untuk menutupi impotensi mereka.

Ironis, para legislator tadi justru buta hukum, membajak hak cipta dan kekayaan intelektual orang lain. Alih -alih mendengar Suara Tuhan (yang adalah vox populi), mereka malah sibuk mengikat kontrak dengan Setan; berpolitik uang dan mencari wahyu keramat. Para pungguk ini meraung demi merengkuh bulan.

Saat sebagian dari mereka berhasil, tontonan kita berlanjut. Suara Tuhan akan dilucuti dan disalibkan. Mereka akan membuang undi atas pakaiannya. Dukungan kita tidak berarti bagi mereka karena uang dan roh keramatlah yang menghadiahi mereka kedudukan. Seperti Gretchen, kita menjadi korban mereka. Sebagai bangsa kita menanggung aib dijadahkan dunia, sementara dengan Memphistophelesnya, mereka selalu terapung di atas gelombang.

Nyawa kita tak cukup diregang untuk menunggu Faust sadar. Babak panjang penuh puisi itu bukan konsumsi drama jelata. "In the long run, we are all dead."

Karenanya, Paskah ini saya menyiapkan sebuah doa egois (semoga Ia memaafkan saya), "Bapa, daripada saya dibuat gila oleh mereka, mungkin lebih baik jika mereka yang masuk rumah sakit jiwa."

:
catatan:

Kita ini hanya sebutir debu yang tak bernilai ditengah samudra alam raya. Usia kitapun begitu singkat dibanding milyaran tahun usia bintang. It's just a flash... Tapi kita bisa, dan kita punya kesempatan untuk membuatnya bermakna, bahkan bermakna sangat dalam.... walaupun apa yang kita lakukan itu sesuatu yang sangat kecil, mungkin juga remeh di mata orang....
Tuhan melihat.... juga mendengar...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar